Minggu, 30 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Cedera Kepala

ASUHAN KEPERAWATAN
CEDERA KEPALA

PENGERTIAN
Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan.
Prinsip-prinsip pada Trauma Kepala
-       Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
-       Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
-       Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1.    Lokasi yang terpengaruh :
-       Cedera kulit.
-       Cedera jaringan tulang.
-       Cedera jaringan otak.
2.    Keadaan kepala saat terjadi benturan
-       Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intracranial (PTIK).
-       TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1.    Volume darah/pembuluh darah (±75 – 150 ml).
2.    Volume jaringan otak (± 200 – 1400 ml)
3.    Volume LCS (± 75 – 150 ml).




Masalah yang timbul dari trauma kepala

Kulit
 

Trauma Kepala
 
 

                                                                                                Jaringan Otak

Tulang Kepala
 
 



-       Komusio
-       Kontusio

TIK  meningkat
-          Gangguan kesadaran
-          Gangguan tanda-tanda vital
 
Fraktur
-       Fraktur  linear
-       Fraktur comnunited
-       Fraktur depressed
-       Fraktur basis
                                                                                               
Etiologi
1.    Kecelakaan
2.    Jatuh
3.    Trauma akibat persalinan

Patofisiologi
Otak  dapat berfungsi dengan baik bila kebutuhan oksigen dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan didalam sel-sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan oksigen, jadi kekurangan aliran darah ke otak walaupun sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi. Demikian pula dengan kebutuhan oksigen sebagai bahan bakar metabolism otak tidak boleh kurang dari 20 mg %, karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi cerebral.
Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha memenuhi kebutuhan oksigen melalui proses metabolic anaerob yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Pada kontusio berat, hipoksia atau kerusakan otak akan terjadi penimbunan asam laktat akibat metabolism anaerob. Hal ini akan menyebabkan asidosis metabolic.
Dalam keadaan normal cerebral blood flow (CBF) adalah 50 – 60 ml / menit/100 gr. Jaringan otak, yang merupakan 15 % dari cardiac output.
Trauma kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung sekuncup aktivitas atypical-myocardial, perubahan tekanan vaskuler dan udem paru. Perubahan otonom pada fungsi ventrikel adalah perubahan gelombang T dan P dan disritmia, fibrilasi atrium dan vebtrikel, takikardia.
Akibat adanya perdarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler, dimana penurunan tekanan vaskuler menyebabkan pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol akan berkontraksi. Pengaruh persarafan simpatik dan parasimpatik pada pembuluh darah arteri dan arteriol otak tidak begitu besar.
Cedera  kepala menurut patofisiologi dibagi menjadi dua :
1.    Cedera kepala primer
Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi – decelarasi rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan
Pada cedera primer dapat terjadi :
Gegar kepala ringan
Memar otak
Laserasi
2.    Cedera kepala sekunder
1.    Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti :
-       Hipotensi sistemik.
-       Hipoksia
-       Hiperkapnea.
-       Udema otak
-       Komplikasi pernapasan.
-       Infeksi/komplikasi pada organ tubuh yang lain.
 
















Trauma Kepala

Gangguan Auto Regulasi

Tik Meningkat                                     Aliran Darah Otak Menurun

Edema Otak                                       Gangguan Metabolisme
-       O2 menurun
-       CO2 meningkat
Asam Laktat meningkat
Metabolik anaerobic
Gejala :
1.    Jika klien sadar _ _ _ _ sakit kepala hebat.
2.    Muntah proyektif.
3.    Papil edema
4.    Kesadaran makin menurun.
5.    Perubahan tipe kesadaran.
6.    Tekanan darah menurun, bradikardia.
7.    An isokor
8.    Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.
Tipe/macam Trauma kepala antara lain :
1.    Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk ke dalam jaringan otak dan melukai :
-       Merobek durameter _ _ _ _ LCS merembes.
-       Saraf otak
-       Jaringan otak
Gejala fraktur basis :
-       Battle sign.
-       Hemotympanum.
-       Periorbital echymosis.
-       Rhinorrhoe.
-       Orthorhoe.
-       Brill hematom.
2.    Trauma kepala tertutup
a)    Komosio
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10 – 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam _ _ _ kontrol 24 jam jam I, observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak _ _ _ setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk _ _ _ _ berdiri _ _ pulang.
Setelah pulang _ _ _ _ kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.
b)    Kontosio
-       Ada memar otak
-       Perdarahan kecil lokal/difus _ _ _ gangguan lokal _ _ _ perdarahan
-       Gejala :
-       Gangguan kesadaran lebih lama.
-       Kelainan neurologic positif, reflek patologik, lumpuh, konvulsi.
-       Gejala TIK meningkat
-       Amnesia retrograde lebih nyata.
c)    Hermatom epidural
Perdarahan antar tulang tengkorak dan durameter.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
Penurunan kesadaran ringan saat kejadian _ _ _ periode Lucid (beberapa menit _ beberapa jam) - - - penurunan kesadaran hebat –koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positif.
d)    Hematom subdural.
·         Perdarahan antara durameter dan arachnoid.
·         Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis
·         Akut
-       Gejala 24 – 48 jam
-       Sering berhubungan dengan cidera otak dan medulla oblongata.
-       PTIK meningkat.
-       Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
·         Sub Akut
-       Berkembang 7 – 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejala TIK meningkat ---  kesadaran menurun.
·         Kronis
-       Ringan, 2 minggu – 3 – 4 bulan.
-       Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
-       Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.
e)    Hematom Intrakranial
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.

Penyebab : fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi – deserelasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.
Pengaruh Trauma Kepala :
-       Sistem Pernapasan
-       Sistem Kardiovaskuler
-       Sistem Metabolisme.








Sistem pernapasan :
TIK meningkat

Hipoksemia, hiperkapnia                                            Meningkat rangsang simpatis

Peningkatan hambatan difusi O2 – Co2

Edema paru                Meningkatkan tahanan vaskuler sistemik dan tekanan darah
 

Meningkatkan tekanan, hidrostatik.
Kebocoran cairan kapiler

Sistem pembuluh darah pulmonal tekanan rendah

Karena adanya kompresi langsung pada batang otak – gejala pernapasan abnormal.
-       Chyne stokes
-       Hiperventilasi
-       Apneu
Sistem Kardivaskuler :
·         Trauma kepala – perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tekanan vaskuler.
·         Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
o   Disritmia
o   Fibrilasi
o   Takikardia
·         Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel --- curah jantung menurun --- meningkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.
Sistem Metabolisme :
·         Trauma kepala – cenderung terjadi retensi Na, air dan hilangnya sejumlah nitrogen.
·         Dalam keadaan stress fisiologis
Trauma

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Out Put urine menurun
Konsentrasi Elektrolit Meningkat

·         Normal kembali setelah 1 – 2 hari
·         Pada keadaan lain :
Fraktur  Tengkorak                                               Kerusakan hipofisis
                                                                              Atau hipotalamus

Penurunan ADH                                                   Diabetes Melitus

Ginjal

Ekskresi air                                         Dehidrasi

Hilang nitrogen meningkat ---------- respon metabolic terhadap trauma




Trauma

Tubuh perlu energy untuk perbaikan

Nutrisi

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama

Pengaruh pada G.I Tract :
3 hari pasca trauma – respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.
Lambung hiperacidi

Hipotalamus --------- hipofisis anterior

Adrenal

Steroid

Peningkatan Sekresi asam lambung
 

Hiperacidi
 

Trauma

Stress              Perdarahan Lambung

Katekolamin meningkat


ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu didapati adalah sebagai berikut :

1.    Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan klien dengan penanggung jawab.
2.    Riwayat Kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah simetris/tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi secret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan kejang.
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai penyakit menular.
Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti dapat mempengaruhi prognosa klien.
3.    Pemeriksaan Fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS<15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.



4.    Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala
Obat-obatan :
-       Dexamethason/Kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
-       Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurangi vasodilatasi.
-       Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
-       Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
-       Makanan atau cairan, pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infuse dextrose 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 – 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
-       Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2 – 3) tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrose 8 jam kedua dan dextrose 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 – 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai urine nitrogennya.
-       Pembedahan.

5.    Pemeriksaan Penunjang
-       CT-Scan (dengan atau tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, derminan ventrikuler dan perubahan jaringan otak. Catatan : untuk mengetahui adanya infark/iskemia jangan dilekukan pada 24 – 72 jam setelah injuri.
-       MRI : digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.
-       Celebral Angiography : Menunjukkan anomaly sirkulasi cerebral, seperti : perubahan jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
-       Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis.
-       X-Ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.
-       BAER : Mengoreksi batas fungsi cortex dan otak kecil.
-       PET : Mendeteksi perubahan aktivitas metabolism otak.
-       ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenisasi) jika terjadi peningkatan tekanan intracranial.
-       Kadar Elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan tekanan intracranial.
-       Screen Toxicologi : Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunan kesadaran

Penatalaksanaan
Konservatif
·         Bedrest total
·         Pemberian obat-obatan
·         Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran)

Prioritas Perawatan :
1.    Maksimalkan perfusi/fungsi otak.
2.    Mencegah komplikasi.
3.    Pengaturan fungsi secara optimal/mengembalikan ke fungsi normal.
4.    Mendukung proses pemulihan koping klien/keluarga.
5.    Pemberian informasi tentang proses penyakit, prognosis, rencana pengobatan, dan rehabilitasi.
Tujuan :
1.    Fungsi otak membaik : deficit neurologis berkurang/tetap.
2.    Komplikasi tidak terjadi.
3.    Kebutuhan sehari-hari dapat dipenuhi sendiri atau dibantu orang lain.
4.    Keluarga dapat menerima kenyataan dan berpartisipasi dalam perawatan.
5.    Proses penyakit, prognosis, program pengobatan,dapat dimengerti oleh keluarga sebagai sumber informasi.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan yang biasanya muncul adalah :
1.    Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan defresi pada pusat napas di otak.
2.    Tidak efektifnya keberhasilan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
3.    Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak.
4.    Keterbatasan aktivitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (spoors-coma).
5.    Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.

INTERVENSI
Tidak efektifnya pola napas sehubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Tujuan :
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria Evaluasi
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada dan gas darah dalam batas-batas normal.
Rencana tindakan :
·         Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. Pernapasan yang cepat dari pasien dapat menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2 dan menyebabkan asidosis respiratorik.
·         Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal volume.
·         Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya  2 x lebih panjang dari inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap gangguan pertukaran gas.
·         Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi/cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
·         Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak adekuatnya pengalihan volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
·         Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu memberikan ventilasi yang adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

Tidak efektifnya keberhasilan jalan napas sehubungan dengan penumpukan sputum.
Tujuan :
Mempertahankan jalan napas dan mencegah aspirasi
Kriteria Evaluasi
Suara napas bersih, tidak terdapat suara secret pada selang dan bunyi alarm karena peninggian suara mesin, sianosis tidak ada.
Rencana tindakan :
1.    Kaji dengan ketat (tiap 15 menit) kelancaran jalan napas.Obstruksi dapat disebabkan pengumpulan sputum, perdarahan, bronchospasme atau masalah terhadap tube.
2.    Evaluasi pergerakan dada dan auskultasi dada (tiap 1 jam). Pergerakan yang simetris dan suara napas yang bersih indikasi pemasangan tube yang tepat dan tidak adanya penumpukkan sputum.
3.    Lakukan pengisapan lender dengan waktu kurang dari 15 detik bila sputum banyak. Pengisapan lender tidak selalu rutin dan waktu harus dibatasi untuk mencegah hipoksia.
4.    Lakukan fisioterapi dada setiap 2 jam. Meningkatkan ventilasi untuk semua bagian paru dan memberikan kelancaran aliran serta pelepasan sputum.

Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak.
Tujuan :
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria Hasil :
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
1)    Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS.
Refleks membuka mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
Respon motorik menentukan kemampuan berespon terhadap stimulus eksternal dan indikasi keadaan kesadaran yang baik.
Reaksi pupil digerakkan oleh saraf kranial oculus  motorius dan untuk menentukan refleks batang otak.
Pergerakan mata membantu menentukan area cedera dan tanda awal peningkatan tekanan intracranial adalah terganggunya  abduksi mata.
2)    Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
Peningkatan sistolik dan penurunan diastolik serta penurunan  tingkat kesadaran dan tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial. Adanya pernapasan yang irregular indikasi terhadap adanya peningkatan  metabolisme  sebagai reaksi terhadap infeksi. Untuk mengetahui tanda-tanda keadaan syok akibat perdarahan.



3)    Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
Perubahan kepala pada satu sisi dapat menimbulkan penekanan pada vena jugularis dan menghambat aliran darah otak, untuk itu dapat meningkatkan tekanan intrakranial.
4)    Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan hindari konstipasi yang berkepanjangan.
Dapat mencetuskan respon otomatik peningkatan intrakranial.
5)    Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
Kejang terjadi akibat iritasi otak, hipoksia, dan kejang dapat meningkatkan tekanan intrakrania.
6)    Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
Dapat menurunkan hipoksia otak.
7)    Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).
Membantu menurunkan tekanan intracranial secara biologi/kimia seperti osmotic diuritik untuk menarik air dari sel-sel otak sehingga dapat menurunkan udem otak, steroid (dexamethason) untuk menurunkan inflamasi, menurunkan edema jaringan. Obat anti kejang untuk menurunkan kejang, analgetik untuk menurunkan rasa nyeri efek negatif dari peningkatan tekanan intrakranial. Antipiretik untuk menurunkan panas yang dapat meningkatkan pemakaian oksigen otak.

Keterbatasan aktifitas sehubungan dengan penurunan kesadaran (spoors-coma)
Tujuan :
Kebutuhan dasar pasien dapat terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
Kebersihan terjaga, kebersihan lingkungan terjaga, nutrisi terpenuhi sesuai dengan kebutuhan, oksigen adekuat.
Rencana Tindakan :
1)    Berikan penjelasan tiap kali melakukan tindakan pada pasien.
Penjelasan dapat mengurangi kecemasan dan meningkatkan kerja sama yang dilakukan pada pasien dengan kesadaran penuh atau temurun.
2)    Beri bantuan untuk memenuhi kebersihan diri.
Kebersihan perseorangan, eliminasi, berpakaian, mandi, membersihkan mata dan kuku, mulut, telinga, merupakan kebutuhan dasar akan kenyamanan yang harus dijaga oleh perawat untuk meningkatkan rasa nyaman, mencegah infeksi dan keindahan.
3)    Berikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan cairan.
Makanan dan minuman merupakan kebutuhan sehari-hari yang harus dipenuhi untuk menjaga kelangsungan perolehan energy. Diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien baik jumlah, kalori dan waktu.
4)    Jelaskan pada keluarga tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga lingkungan yang aman dan bersih.
Keiikutsertaan keluarga diperlukan untuk menjaga hubungan klien—keluarga. Penjelasan perlu agar keluarga dapat memahami peraturan yang ada di ruangan.
5)    Berikan bantuan untuk memenuhi kebersihan dan keamanan lingkungan.
Lingkungan yang bersih dapat mencegah infeksi dan kecelakaan.

Kecemasan keluarga sehubungan keadaan yang kritis pada pasien.
Tujuan :
Kecemasan keluarga dapat berkurang.
Kriteria evaluasi
Ekspresi wajah tidak menunjang adanya kecemasan
Keluarga mengerti cara berhubungan dengan pasien.
Pengetahuan keluarga mengenal keadaan, pengobatan dan tindakan meningkat


Rencana tindakan :
1.    Bina hubungan saling percaya
Untuk membina hubungan terpiutik perawat - keluarga
2.    Beri penjelasan tentang semua prosedur dan tindakan yang akan dilakukan pada pasien.
Penjelasan akan mengurangi kecemasan akibat ketidak tahuan.
3.    Berikan kesempatan pada keluarga untuk bertemu dengan klien.
Mempertahankan hubungan pasien dan keluarga.
4.    Berikan dorongan spiritual untuk keluarga.
Semangat keagamaan dapat mengurangi rasa cemas dan meningkatkan keimanan dan ketabahan dalam menghadapi krisis.
Resiko tinggi gangguan integritas kulit sehubungan dengan immobilisasi, tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
Tujuan :
Gangguan integritas kulit tidak terjadi.
Rencana tindakan
1.    Kaji fungsi motorik dan sensorik pasien dan sirkulasi perifer untuk menetapkan kemungkinan terjadinya lecet pada kulit.
2.    Kaji kulit pasien setiap 8 jam : palpasi pada daerah yang tertekan.
3.    Berikan posisi dalam sikap anatomi dan gunakan tempat kaki untuk daerah yang menonjol.
4.    Ganti posisi pasien setiap 2 jam.
5.    Pertahankan kebersihan dan kekeringan pasien : keadaan lembab akan memudahkan terjadinya kerusakan kulit.
6.    Massage dengan lembut di atas daerah yang menonjol setiap 2 jam sekali.
7.    Pertahankan alat-alat tenun tetap bersih dan tegang.
8.    Kaji daerah kulit yang lecet untuk adanya eritema, keluar cairan setiap 8 jam.
9.    Berikan perawatan kulit pada daerah yang rusak/lecet setiap 4 – 8 jam dengan menggunakan H2O2.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Doenges M.E (1989) Nursing Care Plan, Guidelines for Planning Patient Care (2 nd ed).Philadelpia, F.A Davis Company.

Long ; BC and Phipps WJ (1985) Essential of Medical Surgical Nursing : A Nursing Process Approach, St. Louis, Cv. Mosby Company.

Asikin Z (1991) Simposium Keperawatan Penderita Cedera Kepala, Penatalaksanaan Penderita dengan Alat Bantu Napas, Jakarta.

Harsono (1993), Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar