Minggu, 30 Januari 2011

Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangangguan Hipopituitari

HIPOPITUITARI
A.    Definisi
Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme) dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar sendiri atau pada hipotalamus. (Robbins Cotran Kumar)
Hipopitutarisme is pituitary insuffisienency from destruction of the anterior lobe of the pituitary gland. (Diane C. Baughman)
Hipopituitarisme mengacu kepada keadaan sekresi beberapa hormon hipofisis anterior yang sangat rendah. (Elizabeth C Erorwin)
Hipopituitarisme adalah hiposekresi satu atau lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C. Long)
Hipopituitarisme adalah disebabkan oleh macam – macam kelainan antara lain nekrosis, hipofisis post partum (penyakit shecan), nekrosis karena meningitis basalis trauma tengkorak, hipertensi maligna, arteriasklerosis serebri, tumor granulema dan lain – lain (Kapita Selekta Edisi:2)
B.     Anatomi Fisiologi
Secara Anatomi, Hypofisis cerebri atau glandula pituitari adalah struktur lonjong kecil yang melekat pada permukaan bawah otak melalui infundibulum. Lokasinya sangat terlindungi baik yaitu terletak pada sella turcica ossis sphenoidalis. Disebut master endocrine gland karena hormon yang dihasilkan kelenjar ini banyak mempengaruhi kelenjar endokrin lainnya.

Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
1.      Lobus anterior ( adenohypofisis),
dibagi lagi menjadi:
a. Pars anterior ( pars distalis )
b. Pars intermedia
Dipisahkan oleh suatu celah,
sisa kantong embrional.
Juluran dari pars anterior yaitu pars
tuberalis meluas keatas sepanjang
permukaan anterioar dan lateral
tangkai hypofisis.
2.      Lobus posterior (neurohypofisis)
Dibagi menjadi 2 (dua) lobus, yaitu:
Dengan Vaskularisasi Arteri carotis interna bercabang Arteri Hypophysialis superior dan inferior. Vena bermuara ke dalam sinus intercavernosus.
Secara Histologi, kelenjar hipofise terbagi menjadi dua bagian yaitu: adenohipofise, dan neurohipofise.
a.       Adenohipofise
1.      Pars distalis
Bagian ini merupakan bagian utama dari kelenjar hypofisis krn meliputi 75% dari seluruh kelenjar. Dengan sedian yang diberi pewarnaan HE dapat dibedakan menjadi 2 macam sel :
a.      Sel Chromophobe (Sel utama)
Sitoplasma tidak menyerap bahan warna sehingga tampak intinya saja, ukuran selnya kecil. Sel ini biasanya berkelompok dibagian tengah dari lempengan sel chromofil sehingga ada dugaan bahwa sel ini merupakan sel yang sedang tidak aktif dan nantinya dapat berubah menjadi sel acidofil atau sel basofil pada saat diperlukan.
b.      Sel Kromofil
Bagian ini terdiri dari :
1.      Sel Acidophil
Ukurannya lebih besar dengan batas yang jelas dan dengan pewarnaan HE rutin sitoplasmanya berwarna merah muda. Berdasakan reaksinya terhadap bahan cat, dapat dibedakan menjadi 2 sel:
a.       Sel orangeophil (alpha acidophil = sel somatrotope)
Sel ini dapat dicat dengan orange-G, menghasilkan hormon GH
b.      Sel carminophil (epsilon acidhophil = sel mammotrope)
Sel ini bereaksi baik terhapat cat azocarmin. Jumlah sel ini meningkat selama dan setelah kehamilan. Hormon yang dihasilkan hormon prolaktin
2.      Sel Basophil
Sel ini memiliki inti lebih besar dari sel acidiphil dan dengan pewarnaan HE sitoplasmanya tampak berwarna merah ungu atau biru. Bila memakai pengecatan khusus aldehyde fuchsin, dapat dibedakan 2 macam sel :
a.       Sel beta basophil (sel thyrotrophic)
Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone
b.      Sel delta basophil
Sel ini tercat baik dengan aldehyde – fuchsin dan menghsilkan hormon thyrotropic hormone.
Dengan perwarnaan aldehyde – fuchsin tidak tercat dengan baik. Berdasarkan hormon yang dibentuk, diduga sel ini ada 3 macam:
1.      Sel Gonadotropin tipe I menghasilkan FSH
2.      Sel Gonadotropin tipe II menghasilkan LH
3.      Sel Corticotrophic menghasilkan hormon ACTH, pada manusia sel ini membentuk melanocyte stimulating hormone ( MSH)
2.      Pars intermedia
Bagian hypophysis ini pada manusia mengalami rudimenter, dan tersusun dari suatu lapisan sel tipis yang berupa lempengan – lempengan yang tidak teratur dan gelembung yang berisi koloid. Pada manusia diduga membentuk melanocyte stimulating hormon ( MSH ) yang akan merangsang kerja sel melanocyte untuk membentuk pigmen lebih banyak. Tetapi hal ini masih dalam penelitian lebih lanjut.
b.      Neurohipofise
Terdiri dari dua macam struktur:
1.      Pars Nervousa: infundibular processus
2.      Infundibulum: neural stalk (merupakan tangkai yang menghubungkan neurohipofise dengan hipotalamus)
Bagian ini tersusun dari:
a.       Serabut syaraf tak bermyelin yang berasal dari neuro secretory cell hypotalamus yang dihubungkan melalui hypotalamo – hypophyseal tract.
b.      Sel Pituicyte: sel ini menyerupai neuroglia yaitu selnya kecil dan mempunyai pelanjutan- pelanjutan sitoplasma yang pendek.
Ciri khas yang terdapat dalam neuro – hipophyse ini adalah adanya suatu struktur yang disebut herring’s bodies yang merupakan neurosekret dari neuro-secretory cell dari hypotalamus yang kemudian dialirkan melalui axon dan ditimbun dalam neuro hypophyse sebagai granul. Hormon – hormon yang dihasilkan oleh bagian ini adalah : ADH (vasopressin ), oxytocin.
Dipandang dari sudut fisiologi, kelenjar hipofisis dibagi menjadi:
1.      Hipofisis Anterior (Adenohipofisis)
Hormon yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior berperan utama dalam pengaturan fungsi metabolisme di seluruh tubuh. Hormon-hormonnya yaitu:
a.       Hormon Pertumbuhan
Meningkatkan pertumbuhan seluruh tubuh dengan cara mempengaruhi pembentukan protein, pembelahan sel, dan deferensiasi sel.
b.      Adrenokortikotropin (Kortikotropin)
Mengatur sekresi beberapa hormon adrenokortikal, yang selanjutnya akan mempengaruhi metabolism glukosa, protein dan lemak.
c.       Hormon perangsang Tiroid (Tirotropin)
Mengatur kecepatan sekresi tiroksin dan triiodotironin oleh kelenjar tiroid, dan selanjutnya mengatur kecepatan sebagian besar reaksi kimia diseluruh tubuh.
d.      Prolaktin
Meningkatkan pertunbuhan kelenjar payudara dan produksi air susu.
e.       Hormon Perangsang Folikel dan Hormon Lutein
Mengatur pertumbuhan gonad sesuai dengan aktivitas reproduksinya.
2.      Hipofisis Posterior (Neurohipofisis)
Ada 2 jenis hormon:
a.       Hormon Antideuretik (disebit juga vasopresin)
Mengatur kecepatan ekskresi air ke dalam urin dan dengan cara ini akan membantu mengatur konsentrasi air dalam cairan tubuh.
b.      Oksitosis.
Membantu menyalurkan air susu dari kelenjar payudara ke putting susu selama pengisapan dan mungkin membantu melahirkan bayi pada saat akhir masa kehamilan.
3.      Pars Intermedia
Daerah kecil diantara hipofisis anterior dan posterior yang relative avaskular, yang pada manusia hamper tidak ada sedangkan pada bebrapa jenis binatang rendah ukurannya jauh lebih besar dan lebih berfungsi.
Pembuluh darah yang menghubungkan hipotalamus dengan sel- sel kelenjar hipofisis anterior. Pembuluh darah ini berkhir sebagai kapiler pada kedua ujungnya, dan makanya disebut system portal.dalam hal ini system yang menghubungkan hipotalamus dengan kelenjar hipofisis disebut juga system portal hipotalamus – hipofisis. System portal merupakan saluran vascular yang penting karena memungkinkan pergerakan hormone pelepasan dari hypothalamus ke kelenjar hipofisis, sehingga memungkinkan hypothalamus mengatur fungsi hipofisis. Rangsangan yang berasal dari tak mengaktifkan neuron dalam nucleus hypothalamus yang menyintesis dan menyekresi protein degan berat molekul yang rendah. Protein atau neuro hormone ini dikenal sebagai hormone pelepas dan penghambat. Hormon –hormon ini dilepaskan ke dalam pembuluh darah system portal dan akhirnya mencapai sel – sel dalam kelenjar hipofisis. Dalam rangkaian kejadian tersebut hormon- hormon yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis diangkt bersama darah dan merangsang kelenjar-kelenjar lain ,menyebabkan pelepasan hormon – hormon kelenjar sasaran. Akhirnya hormon – hormon kelenjar sasaran bekerja pada hipothalamus dan sel – sel hipofisis yang memodifikasi sekresi hormon.
C.    Etiologi
Hipopiutuitarisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau hipotalamus. Penyebabnya menyangkut :
1.      Infeksi atau peradangan oleh : jamur, bakteri piogenik.
2.      Penyakit autoimun (Hipofisis limfoid autoimun)
3.      Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon yang dapat mengganggu pembentukan salah satu atau semua hormon lain.
4.      Umpan balik dari organ sasaran yang mengalami malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit mengeluarkan HT dalam kadar yang berlebihan.
5.      Nekrotik hipoksik (kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau oksigenasi dapat merusak sebagian atau semua sel penghasil hormon. Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi setelah perdarahan maternal.
D.    Patofisiologi
Penyebab hipofungsi hipofisis dapat bersifat primer dan sekunder. Primer bila gangguannya terdapat pada kelenjar hipofisis itu sendiri dan sekunder bila gangguan terdapat pada hipotalamus, penyebab tersebut diantaranya:
1.      Defek perkembangan kongenital, seperti pada dwarfisme pituitari.
2.      Tumor yang merusak hipofise atau merusak hipotalamus.
3.      Iskemia, seperti pada nekrosis post parfum.
Hipopituitary pada orang dewasa dikenal sebagai penyakit simmods yang ditandai dengan kelemahan umum: intolesansi terhadap dingin, nafsu makan buruk, penurunan BB dan hipotensi. Wanita yang mengalami penyakit ini tidak akan mengalami menstruasi dan pada pria akan menderita impotensi dan kehilangan libido. Pada masa kanak-kanak akan menyebabkan dwafirasme (kerdil).


E.     Tanda dan Gejala
1.      Sakit kepala dan gangguan penglihatan atau adanya tanda – tanda tekanan intara kranial yang meningkat. Mungkin merupakan gambaran penyakit bila tumor menyita ruangan yang cukup besar.
2.      Gambaran dari produksi hormon pertumbuhan yang berlebih termasuk akromegali (tangan dan kaki besar demikian pula lidah dan rahang), berkeringat banyak, hipertensi dan artralgia (nyeri sendi).
3.      Hiperprolaktinemia: amenore atau oligomenore galaktore (30%), infertilitas pada wanita, impotensi pada pria.
4.      Sindrom Chusing : obesitas sentral, hirsutisme, striae, hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis.
5.      Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt Hormon = GH) gangguan pertumbuhan pada anak – anak.
6.      Defisiensi Gonadotropin : impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok pada pria, amenore pada wanita.
7.      Defisiensi TSH : rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran laboratorium dari hipertiroidism.
8.      Defisiensi Kortikotropin : malaise, anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat, gejala – gejala yang sangat hebat selama menderita penyakit sistemik ringan biasa, gambaran laboratorium dari penurunan fungsi adrenal.
9.      Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia, dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
F.     Penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorik.
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi kortikosteroid dalam urin menurun, BMR menurun.
2.      Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis Sella Tursika
a.       Foto polos kepala
b.      Poliomografi berbagai arah (multi direksional)
c.       Pneumoensefalografi
d.      CT Scan
e.       Angiografi serebral
3.      Pemeriksaan Lapang Pandang
a.       Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan
b.      Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik
4.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen atau testosteron
b.      Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c.       Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau supresan hormon, dan dengan melakukan pengukuran efeknya terhadapkadar hormon serum.
G.    Komplikasi
1.      Gangguan hipotalamus.
2.      Penyakit organ ’target’ seperti gagal tiroid primer, penyakit addison atau gagal gonadal primer.
3.      Penyebab sindrom chusing lain termasuk tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
4.      Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
5.      Syndrom parkinson
H.    Penatalasanaan Medik
1.      Kausal.
Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan radiasi. Bila gejala – gejala tekanan oleh tumor progresif dilakukan operasi.
2.      Terapi Substitusi
a.       Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari
diberikan per–os, umumnya disesuaikan dengan siklus harian sekresi steroid yaitu 10 – 15 mg waktu pagi, 10 mg waktu malam. Prednison dan deksametason tidak diberikan karena kurang menyebabkan retensi garam dan air, bila terdapat stres (infeksi, operasi dan lain - lain), dosis oral dinaikkan atau diberikan parenteral. Bila terjadi krisis adrenal atasi syok segera dengan pemberian cairan per-infus NaCl-glukosa, steroid dan vasopreses.
b.      Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi dengan hidrokortison.
c.       Testosteron pada penderita laki – laki berikan suntikan testosteron enantot atau testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2 minggu. Dapat juga diberikan fluoxymestron 10 mg per-os tiap hari.
d.      Esterogen diberikan pada wanita secara siklik untuk mempertahankan siklus haid. Berikan juga androgen dosis setengah dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala virilisasi ’’growth hormone’’ bila terdapat dwarfisme (cebol).
3.      Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan radioterapi atau obat (misal : akromegali dan hiperprolaktinemia dengan hymocriptine). Beberapa cara pengobatan sering dilakukan.
4.      Defisiensi hormon host diobati sebagai berikut : penggantian GH untuk defisiensi GH pada anak – anak, tiroksin dan kortison untuk defisiensi TSH dan ACTH, penggantian androgen atau esterogen untuk defisiensi gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati dengan penyuntikan FSH atau HCG.
5.      Desmopressin dengan insuflasi masal dalam dosis terukur.
I.       Penatalaksanaan Keperawatan
1.      Pemberian hormon pertumbuhan sintesis (oksigen).
2.      Ciptakan agar kondisi klien dapat dengan bebas mengungkapkan perasaan dan fikirannya tentang perubahan tubuh yang dialaminya.
3.      Bangkitkan motivasi agar klien mau melaksanakan program pengobatan yang sudah ditentukan.
4.      Anjurkan klien memeriksakan diri secara teratur ke tempat pelayanan terdekat.
5.      Anjurkan pada keluarga untuk dapat membantu klien memenuhi kebutuhan sehari-harinya bila diperlukan serta dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dalam keluarga seperti menghindari perselisihan atau persaingan yang tidak sehat.
6.      Bantu klien untuk mengembangkan sisi positif yang dimiliki serta bantu untuk beradaptasi.
7.      Ajarkan klien cara melakukan perawatan kulit secara teratur setiap hari.
8.      Berikan pendidikan kesehatan tentang penyakitnya, pengobatannya, dan kunci keberhasilan pengobatan
J.      Asuhan Keperawatan Klien Dengan Hipopituitari
1.      Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan ini antara lain mencakup:
a)      Riwayat penyakit masa lalu
Adakah penyakit atau trauma pada kepala yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi pada kepala.
b)      Sejak kapan keluhan dirasakan
Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada masa praremaja.
c)      Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada klien kretinisme.
d)     Kaji TTV dasar untuk perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.
e)      Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik klien.Bandingkan perumbuhan anak dengan standar.
f)       Keluhan utama klien:
1.      Pertumbuhan lambat.
2.      Ukuran otot dan tulang kecil.
3.      Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada rambut pubis dan rambut axila, payudara tidak tumbuh,
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
4.      Interfilitas.
5.      Impotensi.
6.      Libido menurun.
7.      Nyeri senggama pada wanita.


g)      Pemeriksaan fisik
Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran buah dada, pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan rambut wajah (jenggot dan kumis).
h)      Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering dan kasar.
i)        Tergantung pada penyebab hipopituitary, perlu juga dikaji data lain sebagai data penyerta seperti bila penyebabnya adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
j)        Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap kemapuan klien dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
k)      Data penunjang dari hasil pemeriksaan diagnostik seperti : Foto kranium untuk melihat pelebaran dan atau erosi sella tursika.
l)        Pemeriksaan serta serum darah : LH dan FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron, kartisol, aldosteron, test stimulating yang mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing hormone.
2.      Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang dapat dijumpai pada klien hipopituitary adalah :
a)      Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
b)      Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit.
c)      Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
d)     Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
e)      Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
f)       Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
g)      Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.
3.      Intervensi
Secara umum tujuan yang diharapkan dari perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis adalah:
1.      Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
2.      Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program pengobatan.
3.      Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari.
4.      Klien bebas dari rasa cemas.
5.      Klien terhindar dari komplikasi

Diagnosa
Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi tubuh akibat defisiensi gonadotropin dan defisiensi hormon pertumbuhan.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien memiliki kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang tinggi.
Kriteria Hasil
1.      Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan misalnya: kerapian, pakaian, postur tubuh, pola makan, kehadiran diri.
2.      Penampilan dalam perawatan diri / tanggung jawab peran.
Intervensi
1.      Dorong individu untuk mengekspresikan perasaan.
Rasional: Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat penolakan terhadap kenyataan akan kondisi fisik
tubuh, untuk mempercepat teknik penyembuhan / penanganan.
2.      Dorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan, prognosa kesehatan.
Rasional: Dengan mengetahui proses perjalanan penyakit tersebut  maka klien secara bertahap akan mulai menerima kenyataan.
3.      Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari kritik / penilaian tentang perilaku klien.
Rasional:Membantu untuk tiap individu untuk memahami area dalam program sehingga salah pemahaman
tidak terjadi.
4.      Berikan kesempatan berbagi rasa dengan individu yang mengalami pengalaman yang sama.
Rasional: Sebagai problem solving
5.      Bantu staf mewaspadai dan menerima perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
Rasional: Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan aneh dapat mempengaruhi perawatan /ditransmisikan pada klien, menguatkan harga negatif / gambaran.
Diagnosa
Koping individu tak efektif berhubungan dengan kronisitas kondisi penyakit
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tingkat koping individu meningkat.
Kriteria Hasil
1.      Mengungkapkan perasaan yang berhubungan
dengan keadaan emosional.
2.      Mengidentifikasi pola koping personal
dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3.      Mengidentifikasi kekuatan personal dan
menerima dukungan melalui hubungan keperawatan.
4.      Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan
tindakan yang sesuai / mengubah situasi provokatif dalam lingkungan personal.
Intervensi
1.      Kaji status koping individu yang ada.
Rasional: Meningkatkan proses interaksi sosial karena klien mengalami peningkatan komunikatif.
2.      Berikan dukungan jika individu berbicara.
Rasional: Klien meningkatkan rasa percaya diri kepada orang lain.
3.      Bantu individu untuk memcahkan masalah (problem solving).
Rasional: Dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan klien akan menurun dan tidak mengucil /
mengisolasikan diri dari lingkungan.
4.      Instruksikan individu untuk melakukan teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran penatalaksanaan stress.
Rasional: Ketepatan penanganan dan proses penyembuhan.
5.      Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi untuk proses penyuluhan.
Rasional: Klien mengerti tentang penyakitnya.
Diagnosa
Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan penampilan tubuh.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan harga diri meningkat.
Kriteria Hasil
1.      Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran mengenai diri.
2.      Mengidentifikasikan dua atributif positif mengenai diri.
Intervensi
1.      Bina hubungan saling percaya perawat dan klien.
Rasional: Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima kenyataan akan penampilan tubuh.
2.      Tingkatkan interaksi sosial.
Rasional: Pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati, serta diterima oleh lingkungan.
3.      Diskusikan harapan /keinginan / perasaan.
Rasional: Dengan cara pertukaran pengalaman perasaan akan lebih mampu dalam mencegah faktor penyebab terjadinyaharga diri rendah.

4.      Rujuk ke pelayanan pendukung.
Rasional: Memberikan tempat untuk pertukaran masalah dan pengalaman yang sama.
Diagnosa
Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmisi impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan penglihatan berangsur –angsur membaik.
Kriteria Hasil
1.      Menunjukkan tanda adanya penurunan gejala yang menimbulkan gangguan persepsi sensori
2.      Mengidentifikasi dan menghilangkan faktor resiko jika mungkin.
3.      Menggunakan rasionalisasi dalam tindakan penanganan.
Intervensi
1.      Kurangi penglihatan yang berlebih.
Rasional: Mengurangi tingkat ketegangan otot mata, meningkatkan relaksasi mata.
2.      Orientasikan terhadap keseluruhan 3 bidang (orang, tempat, waktu).
Rasional: Untuk mengetahui faktor penyebab melalui tes sensori indera penglihatan.
3.      Sediakan waktu untuk istirahat bagi klien tanpa gangguan.
Rasional: Meningkatkan kepekaan indera penglihatan melalui stimulus indera khususnya penglihatan.
4.      Gunakan berbagai metode untuk menstimulasi indera.
Rasional: Mempertahankan normalitas melalui waktu lebih muda bila tidak mampu menggunakan penglihatan.

Diagnosa
Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.
Tujuan
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan berkurang.
Kriteria Hasil
1.      Peningkatan kenyaman psikologis dan fisik.
2.      Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
Intervensi
1.      Bina hubungan saling percaya.
Rasional: Komunikasi terapeutik dapat memudahkan tindakan.
2.      Catat respon verbal non verbal pasien.
Rasional: Mengetahui perasaan yang sedang dialami klien.
3.      Berikan aktivitas yang dapat menurunkan ketegangan.
Rasional: Kondisi rileks dapat menurunkan tingkat ancietas.
4.      Jadwalkan istirahat adekuat dan periode menghentikan tidur.
Rasional: Mengatasi kelemahan, menghemat energi dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
Diagnosa
Defisit perawatan diri berhubungan dengan menurunnya kekuatan otot.
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat aktif dalam aktifitas perawatan diri.
Kriteria Hasil
1.      Mengidentifikasi kemampuan aktifitas perawatan diri.
2.      Melakukan kebersihan optimal setelah bantuan dalam perawatan diberikan.
3.      Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam aktifitas, perawatan diri / pemenuhan kebutuhan dasar.
Intervensi
1.      Kaji faktor penyebab menurunnya defisit perawatan diri.
Rasional: Menghambat faktor penyebab dapat meningkatkan perawatan diri.
2.      Tingkatkan partisipasi optimal.
Rasional: Partisipasi optimal dapat memaksimalkan perawatan diri.
3.      Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam setiap aktivitas perawatan.
Rasional: Dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.
4.      Beri dorongan untuk mengexpresikan perasaan tentang kurang perawatan diri.
Rasional: Dapat memberikan kesempatan pada klien untuk melakukan perawatan diri.
Diagnosa
Resiko tinggi gangguan integritas kulit (kekeringan) berhubungan dengan menurunnya kadar hormonal.
Tujuan
Setelah dilakukan keperawatan integritas kulit dalam kondisi normal.
Kriteria Hasil
1.      Mengidentifikasi faktor penyebab.
2.      Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3.      Menggambarkan etiologi dan tindakan pencegahan.
4.      Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka tekan.
Intervensi
1.      Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk hidrasi yang adekuat.
Rasional: Mengurangi ketidaknyamanan yang dihubungkan dengan membran mukosa yang kering dan untuk rehidrasi.
2.      Berikan dorongan latihan rentang gerak dan mobilisasi.
Rasional: Meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi.
3.      Ubah posisi atau mobilisasi.
Rasional: Meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas.
4.      Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif.
Rasional: Kelemahan dan kehilangan pengaturan metabolisme terhadap makanan dapat mengakibatkan
malnutrisi.
5.      Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin.
Rasional: Posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan mencegah retensi cairan pada daerah tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.
B.  Perawatan Preoperasi
•         Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan yang dilakukan.
•         Menjelaskan penggunaan tampon hidung selama 2-3 hari pasca operasi. Anjurkan klien bernafas melalui mulut selama pemasangan tampon.
•         Menjelaskan penggunaan balut tekan yang ditempatkan dari bawah hidung, menggosok gigi, batuk, bersin, karena hal ini dapat menghambat penyembuhan luka.
•         Menjelaskan berbagai prosedur diagnostik yang diperlukan sebagai persiapan operasi seperti pemeriksaan neurologik, hormonal, lapang pandang, swab tenggorok untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
•         Pendidikan kesehatan dilakukan sebelum tindakan pembedahan dilaksanakan. Setelah tindakan transpenoidal hipofisektomi, perawat menjelaskan agar klien menghindari aktifitas yang dapat menghambat penyembuhan seperti mengejan, batuk, dll. Juga jelaskan agar klien mengindahkan faktor-faktor yang dapat mencegah obstipasi seperti makan makanan tinggi serat, minum air yang cukup, pelunak feses bila diperlukan.
Perawatan Pascaoperasi
•         Amati respon neurologik klien dan catat perubahan penglihatan, disorientasi dan perubahan kesadaran serta penurunan kekuatan motorik ekstrimitas.
•         Amati pula komplikasi pascaoperasi yang lazim terjadi seperti transient insipidus (diabetes insipidus sesaat).
•         Anjurkan klien untuk melaporkan pada perawat bila terjadi pengeluaran sekret dari hidung.
•         Tinggikan posisi kepala 30-45 derajat.
•         Kaji drainase nasal baik kualitas maupun kuantitas.
•         Hindari batuk, ajarkan klien bernafas dalam, lakukan hygiene oral secara teratur.
•         Kaji tanda-tanda infeksi.
•         Kolaborasi pemberian gonadotropin, kortisol ; sebagai dampak hipofisektomi.

Pembedahan
a.     Pembedahan transphenoidal
Pendekatan transphenoidal sering digunakan dalam melakukan  reseksi suatu adenoma. Sela tursika dicapai melalui sinus sphenoid, dan tumor diangkat dengan bantuan suatu mikroskop bedah. Insisi dibuat antara gusi dan bibir atas. Pendekatan ini pun digunakan untuk memasang implant. Suatu lubang dibuat pada durameter pada jalan masuk sela tursika. Biasanya dirurup dengan lapisan fascia yang diambil dari tungkai, sehingga pasien harus disiapkan untuk insisi tungkai. Penampilan ini dilakukan untuk mencegah bocornya cairan serebrospinal (CSF). Kebocoran CSF dapat terjadi beberapa hari postoperatif tapi harus ditutup. Hidung mungkin mempet dan suatu sling perban ditempatkan dibawahnya untuk mengabsorpsi drainage.
Monitoring terhadap adanya kebocoran CSF perlu dilakukan.
Data-data berikut harus diperhatikan :
1.    Keluhan postnasal drip
2.    Menelan yang konstan
3.    Adanya halo ring pada nasal sling atau balutan (tanda berupa cairan CSF yang jernih disekeliling cairan serosa yang lebih gelap ditengahnya)
4.    Memeriksa ada tidaknya glukosa pada drainase nasal.
Cairan serebrospinal mengandung glukosa, sedangkan cairan nasal tidak. Jika tes glukosa positif, bahan pemeriksaan harus dikirim ke laboratorium untuk konfirmasi lebih lanjut.
        Jika terdapat kebocoran yang menetap, pasien dianjurkan untuk tirah baring dengan kepala terangkat untuk menggantikan tekanan pada tambalan yang sudah ditentukan. Seringkali kebocoran CSF sembuh dengan sendirinya, tetapi kadang-kadang diperlukan perbaikan dengan tindakan operasi. Aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial harus dihindari.
        Nyeri kepala dapat timbul dan dapat diobati dengan analgetik nonnarkotik tau cordein. Nyeri kepala persisten atau rigiditas nuchal (kaku kuduk) dapat memberikan petunjuk akan adanya meningitis dan hal ini harus segera dilaporkan. Karena kemungkinan terjadinya risiko infeksi, maka antibiotik profilaktif dapat diberikan saat preoperatif atau postoperatif.
        Intervensi keperawatan lainnya bagi pasien dengan operasi transphenoidal meliputi hal berikut :
1.      Memberikan cairan peroral dan diet cairan jernih segera setelah pasien sadar dan tak lagi merasa mual setelah tinadakan anastesia.
2.      Meningkatkan diet yang sesuai (anorexia dapat timbul karena menurutnya sensasi penciuman).
3.      Meyakinkan pasien bahwa kehilangan sensasi penciuman hanya sementara dan akan membaik segera setelah penutup hidung nasal sling diangkat.
4.      Memberikan O2 dengan kelembaban tertentu untuk menjaga kelembaban mukosa nasal dan oral.
5.      Melakukan perawatan mulut
a.       Jangan menggosok gigi (untuk mencegah distrupsi benangjahitan).
b.      Menggunakan kapas halus dan lembab pada saat membersihkan gigi.
c.       Sering melakukan bilas mulut.
b.     Pembedahan transfontal
Jika tumor hipofise dibawah tulang-tulang dari sella tursika (ekstra sellar), kraniotoomi dilakukan untuk mendapatkan suatu lapang operasi yang cukup.  Tumor-tumor intraserebral lain, penyakit-penyakit atau trauma terhadap struktur-struktur yang berdekatan dengan hipofise atau dapat menyebabkan disfungsi  hipofise sementara maupun permanen.


  

DAFTAR PUSTAKA

Bagnara,Turnor.1998.Endokrinologi Umum. Yogyakarta: AirlanggaUniversity.
Corwin,Elizabet.J.1997.Buku Saku Patologi 2. Jakarta : EGC.
C. Long, Barbara.1996. Perawatan Medikal Bedah Edisi 3Bandung: Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan keperawatan.
Doengoes,Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta: ECG.
Ganong.W.F.1995.Buku Ajar Fisiologi kedokteran Edisi 14. Jakarta :EGC.
Guyton.1987.Buku Ajar Fisiologi Manusia – Penyakit Manusia. Jakarta: EGC.
Guyton dan Hall.1997.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
Hayes,Evelyn.R dan Joyce.L.Kee.1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan.  Jakarta: EGC.
Kumar,Robbins.1995.Buku Ajar Patologi II Edisi 4. Jakarta : EGC.
Ovedoff, David.2002.KapitaSelekta Kedokteran.  Jakarta : Binarupa Aksara.
Price,Sylvia.A dan Wilson.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses    Penyakit  Jakarta: EGC.
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar